Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Ketegaran Harga (Price Rigidity) Kurva. Studi Kasus dan Saran

 


Latar Belakang

Pada kejadian ekonomi sehari-hari sering kita jumpai sekali harga jual di pasaran mengalami peningkatan, maka harga itu cenderung bertahan untuk masa yang cukup lama. Bahkan meskipun biaya produksi rata-rata perusahaan industri mengalami penurunan, harga jual barang di pasaran tidak fleksibel terhadap penyesuaian faktor faktor lainnya yang terjadi di dalam perekonomian. Dengan kata lain, harga jual mengalami kekakuan, atau tegar (Price Rigidity).

Keadaan harga jual yang tegar tersebut ada kalanya sengaja diciptakan oleh para produsen industri yang berada di dalam pasar agar mereka dapat terus menguasai keadaan pasar, dan meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Adelman berpendapat, para produsen di dalam pasar terus berusaha memelihara dan mempertahankan harga jual output mereka di pasaran untuk tetap tegar, walaupun masyarakat menghendaki terjadinya perubahan itu. Dengan demikian, melalui harga jual yang tegar  yang mereka ciptakan maka perusahaan industri dapat meraih keuntungan yang sebesar-besarnya.

Pengertian dari Price Rigidity

Ketegaran harga merupakan harga jual di pasaran yang tidak fleksibel terhadap penyesuaian faktor-faktor lainnya yang terjadi (Mukhlis, 2004). Dengan kata lain harga jual mengalami kekakuan atau tegar (Price Rigidity). Keadaan harga jual yang tegar tersebut adakalanya sengaja diciptakan oleh produsen industri yang berada di dalam pasar agar mereka dapat terus menguasai keadaan pasar dan meraih keuntungan yang sebesar-besarnya (Mukhlis, dkk, 2014 dan Teguh, 2010).

Ketegaran harga timbul terutama disebabkan oleh struktur pasar industri atau konsentrasi industri membawa berbagai kaitan dengan variabel ekonomi makro. Variabel-variabel itu, antara lain adalah inflasi, investasi, kesempatan kerja, konsumsi, pendapatan dan distribusi pendapatan. Kaitan antara ketegaran harga dengan tingkat inflasi, sering dikaitkan dengan terjadinya tingkat harga yang tegar untuk turun, tetapi relatif fleksibel untuk meningkat, tetapi dapat juga dikaitkan dengan adanya desakan tuntutan upah atau gaji dari kaum pekerja.

     Kurva Permintaan Patah (The Kinked Demand Curve)

     Ahli ekonomi yang telah memberikan sumbangan besar dalam menjelaskan perilaku kurva permintaan patah diantaranya adalah Paul M. Sweezy. Menurut Sweezy adanya pelanggaran yang terjadi di dalam kolusi oligopoli akan memengaruhi ketegaran harga di pasaran.

    Sweezy menyatakan, bahwa para pesaing di dalam pasar bertindak secara berbeda-beda menurut perubahan pergerakan turun/naiknya harga pasar yang terjadi. Melalui kolusi informal perusahaan menjual output sebanyak qk dan harga pk. Bila salah satu pesaing menurunkan harga jualnya di pasaran maka hal ini akan diikuti oleh pesaing lainnya guna menghindari kerugian. Namun demikian,bila salah satu pesaing menaikkan harga jualnya maka tindakan ini tidak diikuti oleh pesaing lainnya yang berbeda di dalam pasar. Kurva permintaan pasar selanjutnya menjadi curam, dan secara keseluruhan membentuk permintaan.

 


     Berdasarkan pandang teori kekakuan harga tersebut adalah tidak mungkin akan terjadi kekakuan harga bila saja para oligopolis telah masuk ke dalam ikatan kolusi eksplisit (explicit collusion), dan dari sinilah harga-harga diharapkan bergerak menjadi fleksibel. Namun demikian, hampir semua bukti empiris telah memperlihatkan hasil  yang kontradiktif terhadap implikasi tersebut. Stigler menyatakan (Stigler, 1947: 428): of our industries, at least two had periods of collusion. There a combination of rayon producers to fix prices between october 21, 1931, and May 23, 1932. There were no price changes during this period of length. There are only two periods of protracted rigidity in price series for copper : the first occurs under copper exporters (a webb pomere cartel) : the second under N.R.A.

     Bukti lainnya juga memperlihatkan, pada catatan 30 Agustus 1932 terdapat 6 petani dan perusahaan pengalengan anggur di Amerika Serikat telah 10 tahun membuat persetujuan membatasi output dan pasar ke dalam persekutuan pineapple producers cooperative association. Dari 39 bulan kejadian hanya ditemukan 17 bulan harga mengalami perubahan. Pada masa berikutnya dari 57 bulan pengamatan hanya 8 bulan harga-harga mengalami perubahan. Kalau harga-harga tidak mengalami kekakuan pada masa terjadinya kolusi, tentunga ada tendensi bertentangan dengan efek-efek pembatasan administratif seperti halnya pada kebijaksanaan harga kartel.

       Full Cost atau Markup Pricing

Full costing merupakan metode penentuan kos produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam kos produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap. Perusahaan-perusahaan dalam dunia bisnis seringkali menambahkan sejumlah persentase tertentu, terhadap biaya produksi perusahaannya agar keuntungan yang dapat diperoleh tetap besar. Model ini disebut sebagai perilaku full cost/mark pricing. sistem ini umumnya dijalankan oleh perusahaan-perusahaan besar dalam industri agar dapat terus menguasai pasar.

Formula guna menentukan harga jual output dengan menambahkan sejumlah bagian tertentu atas biaya produksi dapat ditulis sebagai berikut (Martin, 1988:360) :

Pt=(1+m)(ULC+UMC)

Diketahui bahwa :

Pt     : Harga jual setelah tindakan markup

ULC    : Biaya rata-rata input tenaga kerja

UMC   : Biaya rata-rata bahan baku dan penolong

Lalu, alternatif lainnya pada teknik penentuan harga secara mark up dapat diperoleh dengan memperhitungkan target rate of return on capital , maka harga jual setelah mark up menjadi :

Pt=rt UKC+ULC+UMC

Diketahui bahwa :

 rt      :  Target rate of return on capital

UKC    : Satuan input modal pada tingkat output standar

Pada model umum diperlihatkan, harga jual output di pasaran pada dasarnya  menurun sejalan dengan bertambahnya output yang dihasilkan. Biaya implisit perusahaan terus menurun sebagai akibat bertambahnya output yang dihasilkan oleh perusahaan, selanjutnya biaya produksi rata-rata menurun sehingga harga jual output di pasaran turut menurun pula. Sehingga harga jual output di pasaran turut menurun pula. Namun demikian, akibat adanya kehendak produsen oligopolis untuk meraih keuntungan pasar yang lebih besar maka oligopolis tidak lagi berproduksi pada saat biaya marginal sama dengan penerimaan marginal. dengan menambahkan m faktor ke dalam biaya produksi rata-rata maka harga pasar akan stabil yang membuat jumlah keuntungan oligopolis makin membesar.

       Transaction Cost dan Price Rigidity

Biaya transaksi adalah biaya selain harga barang/jasa yang dikeluarkan dalam perdagangan barang/jasa. Biaya transaksi ini terjadi karena adanya informasi yang tidak sempurna (imperfect information) dan keterbatasan dalam mengolah informasi tersebut. Keberadaan biaya ini akan meningkatkan total biaya yang akan dikeluarkan dalam sebuah usaha. Tingginya biaya yang akan dikeluarkan pelaku usaha karena adanya biaya transaksi akan mengakibatkan perbedaan harga yang diterima oleh konsumen dan harga yang diterima oleh produsen.

Kekakuan harga merupakan indikasi bahwa interaksi antara permintaan (demand) dan penawaran (supply) tidak bersaing secara sempurna. Mekanisme pasar tidak berjalan secara sempurna atau terdapat kegagalan kerja dari mekanisme pasar untuk bersaing secara sehat. Kekakuan harga merupakan salah satu karakteristik dalam pasar oligopoli, yaitu kekakuan harga terjadi ketika perusahaan menjaga harga produk mereka tetap sama. Karena perusahaan dalam oligopoli adalah saling bergantung, setiap penurunan harga oleh satu perusahaan biasanya akan menyebabkan penurunan harga bagi pesaing mereka.

Menurut (Martin, 1988: 362), biaya-biaya transaksi dapat pula mempengaruhi kekakuan harga yang terjadi di dalam pasar walaupun di dalam situasi tanpa adanya interaksi oligopolis. Biaya-biaya transaksi meliputi biaya-biaya untuk membuat daftar harga baru, pengeluaran untuk mendistribusikan barang ke pelanggan, dan biaya para sales yang bertugas memberikan informasi kepada pelanggan tentang harga baru tersebut. Argumentasi ini dapat disimak pada Gambar 10.2.

Pada Gambar 10.2 diperlihatkan, harga pasar diukur berdasarkan harga konstan tertentu guna menghilangkan pengaruh inflasi. Begitu juga biaya marginal dan biaya rata-rata diukur pula dengan mengoreksi pengaruh inflasi. Pm merupakan harga riil monopoli. Namun demikian, setelah perusahaan berharap terjadi inflasi 10%, maka harga nominal meningkat 10% pula. Pe merupakan harga riil yang memperhitungkan inflasi yang diharapkan. Setelah perusahaan memperhitungkan besarnya inflasi yang diharapkan terjadi harga jual menjadi meningkat. Selanjutnya, keuntungan meningkat (B - A).

 

2.5       Cost of Changing Price

            Dalam teori ekonomi mikro tradisional kita mengenal kurva biaya produksi rata-rata jangka panjang adalah menyerupai bentuk huruf U (U shape). Kurva tersebut dikenal pula sebagai kurva amplop (envelope curve) yang membungkus kurva-kurva biaya produksi rata-rata jangka pendek pada berbagai tingkatan pabrik. Biaya produksi rata-rata perusahaan pada mulanya adalah tinggi pada bagian kuantitas output yang lebih sedikit, selanjutnya sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah output yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut biaya per kesatuan output yang dihasilkan menurun hingga mencapai titik biaya produksi rata-rata terendah (least cost), dan setelah titik itu biaya produksi rata-rata selanjutnya kembali mengalami peningkatan. Pada kenyataannya kurva biaya produksi rata-rata perusahaan jangka panjang tidaklah selalu berbentuk demikian, melainkan hal tersebut tergantung kepada perilaku perusahaan industri dalam menjalankan aktivitas bisnis mereka. Bhagwati menunjukkan, yang umum terjadi adalah kurva biaya produksi rata-rata perusahaan jangka panjang adalah menyerupai bentuk huruf L (L shape). Pada tingkatan produksi yang lebih sedikit biaya produksi rata rata perusahaan adalah benar relatif tinggi. Namun demikian, kalau produksi ditingkatkan dan output yang dihasilkan oleh perusahaan terus-menerus mengalami peningkatan maka biaya produksi per kesatuan output perusahaan akan mengalami penurunan hingga mencapai tingkat biaya produksi rata-rata terendah. Hal itu akan terus bertahan karena perusahaan perusahaan industri akan melakukan penyesuaian-penyesuaian guna mempertahankan biaya produksi agar tidak mengalami peningkatan kembali dan penurunan lebih lanjut dalam rangka mengantisipasi persaingan yang bakal terjadi di dalam pasar sehingga dalam jangka panjang perusahaan industri yang mapan memelihara biaya produksi rata-rata menjadi cenderung konstan agar posisinya di dalam pasar tetap menjadi kuat.



Lipsey, dkk memperlihatkan kurva biaya rata-rata perusahaan dapat menyerupai huruf V (V shape), yaitu curam pada bagian atas dan bagian bawah, dan mendatar pada bagian menengah. (Lihat Gambar 10.3.). Pada mulanya ketika output yang dihasilkan oleh perusahaan masih relatif sedikit biaya per kesatuan output juga relatif tinggi, namun sejalan dengan meningkatnya output yang dihasilkan oleh perusahaan maka biaya per kesatuan akan mengalami penurunan hingga mencapai titik biaya produksi terendah. Perusahaan industri adalah memaksimumkan keuntungan, namun di lain sisi mereka dihadapkan pada situasi persaingan pasar yang semakin ketat. Guna mempertahankan bagian output mereka di dalam pasar dan sekaligus memperbesar keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan-perusahaan industri yang mapan sengaja mengeluarkan biaya ekstra. Sebagai akibatnya, adanya biaya promosi dan distribusi yang terus-menerus dilakukan penyesuaian menyebabkan harga jual output di pasaran cenderung tidak mengalami penurunan, melainkan mengalami ketegaran. Output perusahaan semakin dikenal masyarakat secara luas dan melalui promosi yang dijalankan secara gencar bagian pasar output perusahaan yang mapan turut semakin meluas sehingga total keuntungan kian lama semakin bertambah.

Pertambahan permintaan pasar menghendaki pabrik perlu diperluas. Di samping itu, semakin meningkatnya pesaing pasar dan adanya perubahan-perubahan lainnya menghendaki biaya-biaya lainnya turut meningkat pula. Sebagai akibatnya, keadaan biaya produksi yang cenderung konstan tidak dapat dipertahankan lagi, dan sebagai gantinya biaya produksi mengalami peningkatan.

 

      Studi Kasus

Studi Kasus 1

Pada November dan Desember 2014, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi mencapai 1,5% dan 2,46%. Pada awal Januari 2015, pemerintah mengoreksi kebijakan mereka dengan menurunkan harga bahan bakar minyak jenis premium dan solar. Harga premium menjadi Rp7.600 dari Rp8.500 per liter dan solar dari Rp7.400 menjadi Rp7.250 per liter.

Pemerintah dan masyarakat tentunya berharap penurunan harga bahan bakar minyak tersebut akan diikuti turunnya harga berbagai kebutuhan pokok. Namun, nyatanya harga hampir semua kebutuhan pokok tetap tidak ikut turun juga.

Sebagai contoh harga beras tetap berkisar Rp195 ribu per karung, telur ayam masih berkisar Rp 18 ribu-Rp19 ribu per kilogram, harga cabai masih tetap bertahan berada di kisaran Rp 70 ribu hingga Rp 80 ribu per kilogram, harga gula pasir masih tetap bertengger Rp10.500 per kilogram. Demikian juga untuk harga bawang merah, bawang putih, dan daging sapi.

 Studi Kasus 2

Krisis ekonomi yang dimulai dengan kenaikan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah telah menyebabkan kenaikan harga barang impor. Dampak krisis ekonomi terhadap industri manufaktur akan berbeda-beda sesuai dengan ketergantungan industri tersebut terhadap bahan baku dan penolong (raw materials and materials) impor, pasar tujuan produk, dukungan jaringan, dan pemasarannya. Salah satu subsektor industri yang memiliki kandungan bahan baku impor tinggi adalah subsektor industri kimia.

Kenaikan harga input impor menyebabkan kenaikan biaya produksi. Agar tidak mengalami kerugian, maka pengusaha menaikkan harga output. Kenaikan harga output akan menurunkan jumlah output yang diminta dan berdampak pada penurunan penggunaan kapasitas terpasang. Jumlah output yang dihasilkan relatif lebih kecil dibandingkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan output tersebut. Kondisi ini menyebabkan penurunan produktivitas pekerja. Selain itu, krisis ekonomi juga menyebabkan penurunan pada pendapatan konsumen dan hal ini mengurangi daya beli konsumen.

Penurunan permintaan output menyebabkan penurunan pemanfaatan kapasitas terpasang industri kimia sehingga laba yang diperoleh turun. Selanjutnya, penurunan laba akan menurunkan kemampuan industri kimia dalam pemberian upah kepada pekerjanya. Sementara itu, di sisi lain pekerja juga menghadapi masalah penurunan daya beli akibat tingginya inflasi selama masa krisis sehingga tingkat kesejahteraan pekerja turun. Untuk mempertahankan tingkat kesejahteraannya, pekerja menuntut kenaikan upah nominal. Tuntutan kenaikan upah menyebabkan timbulnya perselisihan antara pekerja dengan pengusaha. Perselisihan antara pekerja dan pengusaha mengakibatkan terganggunya kegiatan perusahaan tersebut. Salah satu alasan upah nominal pekerja tegar untuk turun selama resesi adalah adanya kontrak antara pekerja dengan pengusaha.

 Jadi dapat disimpulkan, pertama, upah nominal bersifat tegar untuk turun. Kedua, kenaikan produktivitas pekerja diikuti dengan kenaikan upah nominal, tetapi penurunan produktivitas pekerja tidak diikuti dengan penurunan upah nominal. Ketiga, ketegaran upah nominal untuk turun merupakan sarana rekonsiliasi bagi pekerja dan pengusaha agar kelangsungan usaha tetap terjaga. Keempat, selama krisis ekonomi, perusahaan tidak menurunkan upah nominal walaupun pada saat bersamaan produktivitas pekerja mengalami penurunan. Penurunan upah nominal ini sulit dilakukan karena baik pekerja maupun pengusaha terikat suatu kesepakatan (kontrak).


       Kesimpulan

Ketegaran harga merupakan harga jual di pasaran yang tidak fleksibel terhadap penyesuaian faktor-faktor lainnya yang terjadi (Mukhlis, 2004). Dengan kata lain harga jual mengalami kekakuan atau tegar (Price Rigidity). Keadaan harga jual yang tegar tersebut adakalanya sengaja diciptakan oleh produsen industri yang berada di dalam pasar agar mereka dapat terus menguasai keadaan pasar dan meraih keuntungan yang sebesar-besarnya (Mukhlis, dkk, 2014 dan Teguh, 2010).

Menurut Sweezy adanya pelanggaran yang terjadi di dalam kolusi Oligopoli akan mempengaruhi ketegaran harga di pasaran. Menurutnya, para pesaing di dalam pasar bertindak secara berbeda-beda menurut perubahan pergerakan turun atau naiknya harga pasar yang terjadi. Kekakuan harga tidak mungkin terjadi bila para oligopolis telah masuk ke dalam ikatan kolusi eksplisit sehingga harga-harga diharapkan bergerak menjadi fleksibel. Selain itu, Menurut (Martin, 1988: 362), biaya-biaya transaksi dapat pula mempengaruhi kekakuan harga yang terjadi di dalam pasar walaupun di dalam situasi tanpa adanya interaksi oligopolis.

Full costing merupakan metode penentuan kos produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam kos produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap.

Guna mempertahankan bagian output mereka di dalam pasar dan sekaligus memperbesar keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan-perusahaan industri yang mapan sengaja mengeluarkan biaya ekstra. Sebagai akibatnya, adanya biaya promosi dan distribusi yang terus-menerus dilakukan penyesuaian menyebabkan harga jual output di pasaran cenderung tidak mengalami penurunan, melainkan mengalami ketegaran. Output perusahaan semakin dikenal masyarakat secara luas dan melalui promosi yang dijalankan secara gencar bagian pasar output perusahaan yang mapan turut semakin meluas sehingga total keuntungan kian lama semakin bertambah.

       Saran

            Keadaan harga jual yang tegar adalah adakalanya sengaja diciptakan oleh para produsen industri yang berada di dalam pasar agar mereka dapat terus menguasai keadaan pasar, dan meraih keuntungan pasar yang sebesar-besarnya. Para produsen di dalam pasar terus berusaha memelihara dan mempertahankan harga jual output mereka di pasaran untuk tetap tegar, walaupun masyarakat menghendaki terjadinya perubahan itu. Dengan demikian, melalui harga jual yang tegar yang mereka ciptakan maka perusahaan industri dapat meraih keuntungan pasar yang sebesar-besarnya.


Posting Komentar untuk "Pengertian Ketegaran Harga (Price Rigidity) Kurva. Studi Kasus dan Saran"